Senin, 04 Mei 2015

Menasehati Adalah Perbuatan Mulia, Jangan Sampai Salah Melakukannya.


Cieee, judulnya resmi banget, yak?
Ya, karena kali ini kita akan membahas hal yang cukup serius, kawan. Walaupun sering kita lupakan atau tak terbayang sama sekali.

Jika kita ditanya kesalahan apa saja yang telah kita lakukan, pasti jawabannya bakalan panjang sekali. Kesalahan yang telah kita lakukan itu tak terhitung lagi deh, baik itu kesalahan kepada orang lain, alam, hewan atau pun diri sendiri. Seringkali kita tak sadar akan kesalahan yang kita lakukan, perlu ditegur terlebih dahulu. Baru deh sadar, kalau kita punya kesalahan. Kesalahan terhadap diri sendiri ini mungkin akan disadari dengan akibat yang kita rasakan sendiri. Tapi, jika kita memiliki kesalahan terhadap orang lain biasanya kita tak menyadarinya secara langsung. Itulah mengapa, kita sebagai makhluk sosial harus saling menasihati atau menegur jika ada keluarga atau sahabat kita yang melakukan kesalahan.
Menasihati tentu perbuatan yang baik. Orang yang menasihati orang lain pasti memiliki niat untuk memberitahu kesalahan orang tersebut dan berharap orang tersebut tak melakukan kesalahan yang sama. Sungguh mulia bukan?
Akan tetapi, kita sering melakukannya dengan cara yang salah. Baik itu dari segi kata-kata yang kita ucapkan dan situasinya.
Ya! Ternyata menasihati itu juga ada adab nya. Mari kita simak sejenak syair yang dinisabahkan kepada Imam Syafi'i berikut ini:
Hendaklah engkau sengaja mendatangi ku untuk memberi nasehat ketika aku sendirian
Hindarilah memberikan nasehat kepadaku di tengah khalayak ramai
Karena sesungguhnya memberi nasehat di hadapan banyak orang sama saja dengan memburuk-burukkan, saya tidak suka mendengarnya.
Jika engkau menyalahi saya dan tidak mengikuti ucapan ku
Maka janganlah engkau kaget apabila nasihatmu tidak ditaati.
(Sumber : blog orang)

Nasihat datang setelah seseorang melakukan kesalahan. Orang mana yang tak malu jika kesalahannya diketahui banyak orang. Jika kita hendak menasihati seseorang atas kesalahan yang diperbuat, sebaiknya kita mendatangi dia ketika dia sedang sendirian. Gunakan kata-kata yang berkenan dan sopan. Agar nasehat kita didengar dan ditaati. Begitu kan maksud syair diatas?

Coba bayangkan saja, jika kita ditegur didepan banyak orang. Tentu kita akan merasa malu, pikiran kita mungkin tak akan terfokus pada nasihat yang diberikan tapi terfokus pada pandangan orang yang menyaksikan. Jangankan untuk menaati nasihat, kita malah merasa tak suka kepada orang yang menasihati kita, padahal niatnya sudah sangat baik.

Seperti yang dialami oleh teman saya, sebut saja namanya Dewi. Dia melakukan sebuah kesalahan terhadap gurunya, yaitu lalai melaksanakan amanah untuk memanggil seorang siswa. Guru yang notabene guru agama itu menegur dia di dalam kelas ketika sedang berlangsungnya ujian akhir sekolah. Dengan nada suara yang melengking, guru agama itu juga mengucapkan kata-kata yang sedikit menyinggung perasaan sang Dewi.
Ya, memang Dewi ini salah, dia telah melalaikan amanat. Tapi, memarahi di depan banyak orang, teman-teman sekelas Dewi serta pengawas ujian, tentu bukanlah tindakan bijak. Secara otomatis air mata mengalir di pipi Dewi sepanjang mengerjakan soal ujian.
Ada ya guru agama gitu? ADA! Itu pengalaman gue waktu kelas 3 SMA. Guru agama yang juga menjabat sebagai wali kelas gue.
Loh kok jadi sewot? Maaf ya maaf.

Terkadang juga saya temukan kejadian seperti itu, baik di lingkungan keluarga maupun di luar rumah. Yaa, intinya. Hati hatilah dalam menasihati tau menegur orang lain. Jangan sampai kita menyakiti perasaan orang tersebut.