Selasa, 24 Mei 2016

flashback

Rani sibuk dengan laptopnya di barisan pojok restoran Italia kesukaannya. Hanya dia seorang diri di dalam restoran itu. Pukul 10 pagi tentu terlalu dini bagi seseorang untuk makan siang. Seorang pria tinggi menghampiri dan duduk tepat di depannya. Pria itu menghela nafas yang cukup dalam ketika Rani menatapnya tajam.
“Hai, apa kabar?” Sapa Rani hangat.
“Baik, errr. Sedang sibuk dengan tugas kuliah?” Jawab Doni. Pria tinggi bergigi jarang. Mahasiswa S2 teknik mesin yang Rani hindari selama bertahun-tahun.
“Aku tak seberuntung kau yang bisa melanjutkan kuliah S2”
“Kau juga bisa, hanya saja belum waktunya. Perlu sedikit lagi usaha”
“Kau tak berubah, Doni” Seru Rani, masih dengan mata tajamnya yang sayu dan senyum simpul yang entah apa maknanya.
“Aku sudah pesan makanan. Spagheti dengan saus ayam dan keju tabur” lanjut Rani.
“Ah, terima kasih” Doni gugup. Ternyata Rani masih ingat makanan kesukaannya.
Rani hanya tersenyum menatap Doni, sesekali ia menggerakkan jemarinya diatas tuts keyboard laptopnya.
Doni gugup, dia hampir saja melangkah pergi jika pramusaji tak segera datang dengan makanan yang Rani pesan.
Tentu saja Doni merasa sangat gugup. Wanita yang duduk didepannya memiliki posisi yang tak bisa ia pahami. ‘Rani, dahulu dia begitu polos’. Pikir Doni. Wajahnya tak pernah terolesi bedak dan lipstik seperti sekarang. Tetapi sekarang ia lebih pendiam, hanya senyumnya yang tak pernah berubah. Begitu spontan!
“Kau hanya makan roti keju?” Tanya Doni.
“Aku belum sarapan. Anggap saja ini brunch”
“Jadi, bagaimana kau sekarang. Ceritakan semuanya. Aku ingin tahu keadaanmu” Tanay Rani.
“Aku begini saja. Tak ada perubahan” Jawab Doni.
“Kau ini. Selalu merendah”
“Doni yang terakhir kutemui hanya mahasiswa semester 2 yang tidak bisa mengerjakan tugas kuliahnya” Rani tersenyum, memperlihatkan giginya yang rata.
“Kau yang banyak berubah, Rani.” Terasa getir ketika Doni menyebut nama Rani. “Kau bisa seperti ini dalam 4 tahun”
“Kau belum melihat apa –apa, Doni. Percayalah” Rani melanjutkan menyantap roti keju hangatnya. Masih dengan senyum simpul dan tatapan tajam untuk Doni. Tentu saja Doni menjadi semakin gugup.

To be continued....
*semoga aja gue masih punay waktu buat nulis, otak gue sehat, males gue ga kambuh.
Cause this story should be epic!