Rabu, 05 Oktober 2011

Love Ride (Fast Not Furious) Part 4


                 Hari-hari aku habiskan di sekolah. Beberapa orang belum akrab denganku, karena kelas kami diacak. Jadi, sekarang aku sekelas dengan beberapa orang yang waktu kelas dua nggak sekelas denganku. Intinya, kami belum begitu akrab, walaupun saling mengenal dengan baik. Malangnya, aku suka lupa nama orang. Tapi, itu tak masalah bagiku. Sikap konyolku kadang membuat orang lain prihatin dan memaklumi keadaanku ini.
                Semua guru yang masuk pada minggu ini hanya menjelaskan materi sekilas saja. Mereka semua sibuk berpidato mengenai Ujian Nasional.
                “Ya, kalian harus siap dalam menghadapi UN. Caranya dengan belajar tekun dan jangan sering membolos sekolah” Kata Pak Sidar, guru olah raga yang tubuhnya sangat atletis, mirip Ade Rai. Tapi, mukanya mirip Jojon.
                “Kalian juga harus memiliki tubuh yang sehat dan bugar agar bisa konsentrasi penuh saat kalian ujian nanti. Mengerti? Karena UN adalah penentu masa depan kalian sekarang. Kalau kalian tidak lulus maka kalian sendri yang akan malu, jadi kalian harus bersungguh-sungguh dalam menghadapinya” Katanya dengan mata melotot. Membuatku yang duduk di bangku paling depan takjub melihatnya.
                Aku tahu maksud para guru itu baik. Mereka ingin agar anak didiknya serius dalam belajar dan lulus dengan nilai yang baik. Tapi, kebanyakan dari mereka malah membuat para siswa ketakutan. Apa lagi siswi perempuan, bahkan ada yang menangis. Bisa-bisa mereka bunuh diri sebelum perang melawan UN. Kan repot jadinya.
               
                “Hey, melamun aja! Sendirian aja?” Seseorang menepuk pundakku dari belakang. Lalu dia duduk di sampingku, tersenyum lebar.
                “Eh, lu tuh ngagetin gue tau!” Teriakku sambil mengelus-elus dadaku.
                “Maaf deh. Maaf, gitu aja marah. Kok nggak ke kantin sih? Lagi ngirit uang jajan ya? Sama dong kayak gue. Gue juga lagi ngirit uang jajan soalnya gue dihukum sama papah nggak dikasih uang jajan, cuman pas buat ongkos”Curhatnya. Aku tersenyum.
                “Oh, begitu. Um, nama lu itu Joko kan?” Tanyaku, ragu-ragu.
                “Joko? Emang gue mirip Ki Joko Bodo ya? Gue kan Harun. Masa lu nggak tahu sih” Jawabnya, kesal.
                “Maaf, bukan maksud gu…..”
                “Udah nggak apa-apa kok. Kata temen-temen sih lu emang suka lupa nama orang gitu. Gue maafin kok. Asal lu jangan sampe lupa nama lu aja, hahahaha….” Dia tersenyum manis.
                “Oh, jadi gue terkenal kayak gitu ya?” Tanyaku penasaran.
                “Iya, temen-temen sering ngomongin lu yang kadang-kadang konyol, galak, suka lupa nama orang lain, dan suka nabrak orang kalau jalan” Paparnya. Aku tertunduk malu. Jadi, selama ini semua orang nganggep aku anak aneh.
                “Nggak usah dipikirin. Menurut gue lu itu lucu loh. Lu juga baik, rajin dan suka nolong orang” Katanya. Dia selalu tersenyum manis setelah berbicara.
                “Oh, gitu ya? Heh, jadi malu juga ada yang ngomongin gue kayak gitu”
                “Hahahahahhahaa…” Suara tertawanya membuatku takut. Serem sih. Harun itu cowok ganteng tapi konyol. Kata orang sih dia pinter. Tapi, nakalnya nggak ada ampun deh. Suka ngejailin orang, bahkan guru pun tak terlewatkan.
                “Oy!!! Run, mau nggak nih gorengan gratis. Si Zaki ultah. Cepetan sini!” Teriak Bimo, teman sebangku Harun.
                “Yang bo’ong? Jangan habisin!! Sisain buat gue!” Teriaknya.
                “Cepetan sini!” Teriak Bimo lagi. Padahal mereka nggak usah teriak. Mereka kan cuman terpisah jarak dua baris meja. Lagi pula kelas kan lagi sepi. Dasar anak aneh.
                “Um, lu mau nggak, Kim?” Tanya Harun padaku.
                “Nggak usah. Gue lagi puasa” Jawabku penuh dusta. Emangnya puasa apa di hari Sabtu.
                “Oh, ya udah”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar