Kamis, 06 Oktober 2011

Love Ride (Fast Not Furious) Part 7


                Tak butuh waktu lama untuk Harun menemukan kantor Bang Yogi sesuai dengan petunjuk Bang Ade tadi. Kantor Bang Yogi bukan bangunan tinggi, cuman bengkel dan tempat cuci steam, serta ruko kecil yang dijaga oleh seorang perempuan. Bengkel #Maju Sejahtera#. ‘Nama yang klasik’ Batinku.
                “Mbak, Bang Yoginya ada?” Tanyaku.
                “Bang Yoginya lagi pergi” Jawabnya, ketus.
                “Kemana? Lama nggak ya?” Tanyaku lagi.
                “Nggak tau” Jawabnya, lebih ketus lagi.
                “Mbak bisa hubungi Bang Yoginya supaya cepet ke sini?”
                “Nggak. Emang kamu siapa sih? Ada perlu apa sama Bang Yogi?” Nada suaranya lebih tinggi dari yang tadi.
                “Eh, saya Kimi. Saya ada perlu sebentar sama Bang Yogi”
                “Kimi…………..” Gumam Mbak galak itu
                “Oh, Kimi! Nama kamu Kimi ya?” Seru perempuan itu, antusias.
                “Iy….Iya, Mbak” Jawabku, agak kaget mendengarnya.
                “Bang Yogi emang pernah pesen sama Mbak, kalau akan ada anak perempuan yang namanya Kimi akan datang ke sini”
                “Oh, gitu ya,Mbak” Kataku, heran. Kok Bang Yogi yakin banget ya aku bakalan datang.
                “Iya. Kamu sih nggak bilang dari tadi. Ya, udah Mbak telepon Bang Yoginya dulu ya. Kamu tungguin aja di sono noh”
                Aku duduk di bawah pohon rindang dengan cahaya matahari yang terpecah-pecah oleh daun menimpa wajahku, angin berhembus lembut meniup rambutku yang acak-acakan.
                “Kimi, lu nggak takut duduk di situ?” Tanya Harun.
                “Takut kenapa? Ada hantunya ya? Lu bisa Lihat hantu?”
                “Bukan gitu. Pohon yang akarnya lu dudukin itu kan pohon Durian, apa lagi buahnya banyak banget. Kamu nggak takut nanti ada Durian runtuh nyerbu kepala lu? Di sini anginnya kenceng banget. Bisa-bisa nanti lu yang jadi hantu penunggu pohon itu”
                “Hah?” Aku panik, melihat sekeliling. Aku melihat ke atas, buah durian yang banyak sekali itu bak akan jatuh. Aku langsung lari ke arah Harun. Memukulinya dengan kepalan-tangan-kesal.
                Kami menunggu di bawah pohon mangga yang buahnya sedang sepi. Tak lama Kemudian, Bang Yogi datang. Penampilannya benar-benar berbeda dengan penampilannya di dalam mobil angkot butut itu. Dulu dia memakai kaus oblong dengan celana jeans selutut. Sekarang, dia memakai kemeja lengan pendek dengan garis-garis vertikal yang beraturan. Di kantung sakunya terdapat bolpoin dan kaca mata hitam yang dilipat.  Dia memakai celana biru dokar yang sangat gelap. Diantara kemeja dan celananya, ada sabuk kulit hitam merekat erat.
                “Kimi….. Akhirnya kamu datang juga? Bagaimana? Kamu terima tawaran Abang atau nggak?” Sapa Bang Yogi dengan gembira.
                “Eh, sebenernya saya masih bingun Bang. Saya nggak ngerti apa yang…”
                “Udah…Abang tau kok. Bisa kita bicara empat mata aja?” Tanya Bnag Yogi, melirik ke arah Harun.
                “Oh, iya. Gue mau beli es dulu di sana ya” Kata Harun, sambil menunjuk ke arah warung kecil di pojok pekarangan. Tinggallah aku dan Bang Yogi. Aku tak tahu maksudnya, sunggguh. Tapi, aku tidak boleh berpikiran negatif.
                “Kimi? Abang cuman mau nanya. Tapi, kamu jawab dengan hati kamu. Apa kamu benar-benar mau belajar nyetir mobil?” Tanya Bang Yogi dengan serius.
                “Iy…Iya…. Tapi, saya juga bingung soal  biaya kursusnya. Saya mau tau dulu Bang” Jawabku.
                “Kimi…. Soal biaya kursus, gratis. Kamu hanya perlu datang ke lapangan kosong yang bekas pasar itu” Katanya.
                “Tapi, di dunia ini nggak ada yang sepenuhnya gratis. Kamu harus membayar, tapi bukan dengan uang. Melainkan pengorbananmu!” Lanjutnya. Aku kaget mendengarnya. Apa yang dimaksud dengan pengorbanan yang harus kubayar? Apa dia akan melakukan sesuatu yang jahat padaku?
                “Pengorbanan?”
                “Iya, pengorbanannya pun sangat mudah. Kamu bisa mengemudi mobil dengan baik. Berarti, kamu harus ikut lomba balapan mobil liar. Adil kan? Kamu mau?”
                “Balapan liar? Tapi, aku kan belum tentu bisa nyetir dengan baik. Kalau aku kalah gimana?”
                “Kimi…Kimi… Abang ini bukian orang sembarangan. Dulu abang itu juara balapan mobil liar di berbagai kota besar. Abang bisa melihat kemampuan seseorang dalam menyetir mobil hanya dengan melihat matanya. Dan kamu, sangat berbakat menjadi seorang pembalap! Jika bakat kamu diasah dan rajin berlatih. Kamu pasti menang. Apa lagi ini hanya balapan liar di kota kecil. Tapi, tetap ada pembalap handalnya juga”
                “Saya nggak yakin bang… Saya nggak tau soal itu…”
                “Nggak apa-apa Kimi. Kamu tak usah jawab sekarang. Kamu bisa pikirkan tawaran itu baik-baik dulu. Ini kesempatan bagus untuk kamu. Ikuti kata hatimu. Tapi, mikirnya jangan lama-lama ya…. Maksimal sampai minggu depan sudah ada jawabannya. Karena kamu akan berlatih keras”
                “Eh, iya Bang”
                “Ini nomor telepon Abang, nanti tinggal hubungi aja”
                “Eh, iya deh”
                “Ya, sudah. Abang tunggu keberanian kamu, Kimi” Aku mengangguk. Bang Yogi bergegas ke kantornya yang mungil. Harun menghampiriku. Dia bertanya tentang apa yang tadi aku bicarakan dengan Bang Yogi. Tapi, aku tak menjawabnya. Kurasa Harun tidak boleh tahu akan hal itu. Aku memaksanya untuk segera pulang.
                Di perjalanan Harun masih bertanya tentang apa yang aku bicarakan tadi. Terpaksa aku berbohong. Harun sangat bawel dan suaranya berisik. Hampir menyaingi Nunung. Aku bilang kalau biaya kursusnya mahal, karena aku masih di bawah umur. Untung dia percaya.
                “Ini rumah gue” Kataku, sesampainya kita di depan pintu gerbang.
                “Oh, ini. Jauh ya?”
                “He-eh…. Ayo masuk dulu” Ajakku.
                “Nggak usah, Kim. Udah sore, gue pulang aja. Takut kemaleman. Lain kali aja ya”
                “Ya, udah. Makasih ya, hati-hati di jalan”
                Harun memutar arah motor matiknya. Lalu, melaju kencang ke arah Utara. Pikiranku masih dipenuhi kata-kata Bang Yogi tentang balapan liar. Aku tahu sedikit tentang balapan liar. Itupun aku tahu dari film favoritku The Fast and The Furious. Tapi, aku nggak tahu kalau di kota kecil tempatku tinggal ini ada ajang balapan liar juga. Jujur, aku penasaran tentang balapan liar. Aku ingin ikut…. Apa ini yang namanya kata hati? Argh!! Akukan masih sekolah dan sebentar lagi aku akan menghadapi yang namanya Ujian Nasib, eh Ujian Nasional. Ngapain mikiran hal yang kaya gitu… Kimberly, ‘Fokus ke sekolah’. Pikiranku kacau lagi.

Apa jawaban Kimi padaa bang Yogi? Tunggu cerita selanjutnya ya!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar