“Oyy!!! Woy!!!” Teriak seorang lelaki. Dia berlari ke
arah kami.
“Aduh…
saya cari-cari, ternyata ada disini” Kata lelaki itu.
“Abang
siapa ya?” Tanyaku
“Nggak
kenal sama saya? Masa sih? Saya pemilik angkot ini” Jawabnya. Aku terbengong.
Sang suami itu pun terbengong. Seingatku, pemilik angkot ini berperut besar dan
agak pendek. Kok yang ini lumayan tinggi dan kurus.
“Ah,
bo’ong kali. Pasti abang copet ya…?” Tuduhku, penuh curiga.
“Nggak
kok. Saya serius, saya sopir angkot yang BAB tadi. Pas saya balik dari hajat
saya kok mobil saya ilang. Terus, kata tukang ojek ada anak SMA nanyain saya.
Saya sih curiganya Istri mas ini mau melahirkan soalnya ada bekas darah di
aspal. Lalu saya tanya orang pasar katanya tadi ada angkot mau ke rumah sakit…
Ya, udah saya nyusul deh….” Kata abang itu meyakinkan kami. Aku sih
perlahan-lahan percaya. Hanya saja keadaannya yang tiba-tiba kurus begini
membuatku terheran. Aku mempunyai dua teori mengapa dia sampai kurus begini.
Yang pertama, awalnya dia memang kurus. Tapi, karena dia kebanyakan makan dan
nggak BAB selama sebulan jadilah dia gendut. Awalnya aku pikir dia hamil. Yang
kedua, aku pikir dia syok menemukan mobil angkot bututnya raib entah kemana….
Terus jadi kurus deh. Entah teori mana yang benar. Tapi, aku yakin salah
satunya benar…
“Untung
angkot saya selamat…” Ucapnya dengan penuh rasa syukur.
“Iya,
maafkan saya ya, Bang. Saya akan kasih imbalam buat Abang berapapun Abang mau”
Kata sang suami.
“Nggak
usah. Istri mas dan bayinya selamat, kan? Lebih baik untuk keperluan bayi Mas
saja. Saya ikhlas kok. Toh, mobil saya selamat” Kata bang sopir dengan rendah
hati. Aku tersenyum haru mendengan kemurahan hati dan kelapangan dadanya.
Ternyata dia orang baik-baik.
“Kalau
masalah mobil yang selamat, makasihnya ke Kimi karena dia yang nyupirnya”
“Yang
bener Mas?” Tanya si sopir tidak percaya.
“Iya
beneran. Ya, sudah saya ke Istri saya dulu ya…. Loh, Kimi mana?”
‘Ngoookk…Ngiiiikkk’.
Aku tersentak kaget. Aku pikir itu suara apa. Ternyata suara klakson angkot
butut itu…. Angkot itu menepi.
“Ayo
naik!” Ajak Abang sopir itu padaku. Aku sedikit curiga Padanya. Jangan-jangan
dia bermaksud jahat padaku. Tapi, tadi dia sangat baik pada Om itu… Huh!!! Aku
harus berhenti berpikir yang nggak-nggak. Aku berniat duduk di belakang. Tapi,
darah sang istri itu masih ada dan terlihat segar. Aku jadi mual. Terpaksa aku
duduk didepan. Di samping sopir.
“Bener,
tadi kamu yang nyetir?” Tanya Abang sopir. Aku mengangguk cepat.
“Wah,
awalnya Abang nggak percaya…. Tapi, ternyata beneran ya”
“Memanagnya
kenapa Bang?”
“Ya,
aneh aja…. Kota kita ini kan kota kecil, yang punya mobil di tiap desa bisa
dihitung jari, itu pun jarang dipakai. Kebanyakan orang naik motor. Tapi, kamu
masih muda sudah bisa nyetir mobil melewati pasar yang padet kayak gini. Apalagi
kamu seorang perempuan” Aku terdiam. Tapi, aku merasa tadi hanyalah faktor
keberuntungan, keanehan dan keajaiban.
“Kamu
bisa nyetir mobil, belajar di nama?”
“Um,
sebenernya saya nggak bisa-bisa amat Bang. Cuman sekilas. Dua taun yang lalu
saya belajar nyetir mobil kakek saya. Itupun hanya sekali-kalinya dalam hidup
saya…. Jadi, saya juga bingung Bang” Jawabku.
“Oh,
begitu…. Tapi kamu ngerti cara menjalankan mobil?”
“Iya
sih. Saya masih hafal. Mungkin saya kurang lancar aja”
“Um,
begitu ya…” Mobil melaju kencang. Aku tak bisa merasakan tubuhku yang sangat
kelelahan ini. Arlojiku menunjukkan jam setengah empat sore. Padahal aku kaluar
dari sekolah sejak jam sebelas siang.
Mobil
angkot menepi di sisi jalan depan rumahku. Aku tak menyadari kakiku turun dari
mobil.
“Kimi?
Nama kamu kan?” Tanya Abang Sopir.
“Iya,
Bang. Nama saya Kimberly” Jawabku, lesu.
“Um,
begini. Kalau kamu berminat, saya bisa mengajari kamu mengandarai mobil lebih
hebat lagi”
“Heh?
Nggak usang Bang sopir. Saya nggak butuh kursus mobil. Selain umur saya masih
enam belas tahun, saya juga lagi fokus buat Ujian Nasional nanti”
“Itu
terserah kamu. Tapi Abang hanya menyarankan saja. Di dalam diri kamu ada bakat
pengemudi mobil yang hebat. Dan itu harus diasah dengan latihan-latihan khusus
agar bisa keluar secara alami. Tapi, Abang nggak akan memaksa. Tapi satu saran
yang harus kamu ikuti. Dengarkan naluri dan pikiranmu, maka kamu akan menjadi
diri sendiri seutuhnya”
“Makasih
tawaran dan sarannya, Bang”
“Ya,
sama-sama…. Mungkin lain kali. Tapi, tolong. Kamu pikirkan baik-baik, dan ikuti
apa kata hatimu, Kimi. Namamu saja mirip mantan pembalap F1. Kimi Raikkonen.
Ya, walaupun dia laki-laki. Tapi, kamu juga suka F1 kan?”
“Kok,
Abang sopir tahu sih?”
“Dari
tas kamu aja udah keliatan kok, ada banyak pernak-pernik F1nya. Ya, sudah hanya
itu saja. Saya tidak bermaksud jahat. Tapi, jika berubah pikiran. Cari saja
saya, nama saya Yogi. Tanya saja pada orang-orang di terminal, pasti mereka
tahu”
“Iya,
terima kasih bang Sopir, eh, Bang Yogi” Kataku terbata-bata. Mobil angkot itu
melaju kencang. Aku berjalan sempoyongan ke dalam rumah. Ibu mengintrogasiku
yang pulang terlambat. Karena tubuhku terasa remuk setelah mengalami ketegangan
yang tak biasa, jadi aku berbohong saja. Entah bagaimana mulutku bisa
berbicara, tapi, yang pasti aku nggak bisa berterus terang tentang apa yang
terjadi. Sisa hari Sabtu ini aku habiskan untuk beristirahat.
Di
hari Minggu aku tidak kemana-mana. Diam di rumah berusaha memahami materi
pelajaran secepat mungkin. Karena sebentar lagi aku akan menghadapi UN. Rasa
khawatir langsung menyergapku. Bagaimana kalau aku nggak bisa ngerjain soalnya?
Gimana kalau aku nggak lulus? Oh, iya nanti malam ada F1 GP Spanyol. Aduh…Kok
aku malah mikirin balapan sih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar